Keluarga dan Diri Sendiri
Ini adalah cerita yang saya ambil dari pengalaman saya sendiri. Semoga dapat bermanfaat. Selamat membaca...
Dulu saya adalah orang yang sangat egois, mementingkan diri saya sendiri. Saya tidak perduli orang lain mau bicara apa tentang saya. dan saya tidak peduli apakah saya buruk atau tidak didepan mereka. Yang penting untuk saya hanyalah satu, yaitu saya bahagia. Dan saya akan melakukan apapun untuk membuat diri saya bahagia, meskipun dengan cara-cara yang tidak harusnya saya lakukan.
Dan suatu hari saya merasakan kesalahan yang begitu besar terhadap orang tua saya. Saya pernah menganggap mereka tidak menyayangi saya, dan hanya menyayangi kakak saya. Perasaan iri yang tidak beralasan. Hanya karena kakak saya tidak tinggal serumah dengan saya, dan ketika mereka bertemu untuk melepas rindu, saya dengan seenak hati saya menganggap bahwa saya tidak diperlakukan seperti itu. Saya tidak pernah paham, itu adalah sikap alami orang tua yang tinggal berjauhan dengan anaknya.
Saya memang buta waktu itu, saya tidak pernah mau melihat apa yang sudah dilakukan orang tua saya untuk saya, saya hanya melihat apa yang sudah mereka lakukan untuk kakak saya. Dan bodohnya saya, dengan wajah tidak berdosa saya menyatakan itu kepada ibu saya. Dan tak tanggung-tanggung dengan nada suara yang tinggi. Saat itu saya lihat wajah lirih ibu saya. Dan saya tetap tidak peduli. Saya tetap meneruskan kata-kata kejam saya, saya terus melukai perasaannya.
Esok harinya, saya sakit. Ketika itu saya terkena infeksi saluran urine. Perut saya sakit sekali. Dan saat itu saya lihat, betapa kedua orang tua saya sangat panik, sangat khawatir. Wajah mereka saat itu, ekspresi yang timbul di wajah mereka tidak akan pernah saya lupakan. Mereka berlari kesana kesini meminta bantuan. Bahkan ibu yang sudah saya lukai hatinya, menangis karena takut saya kenapa-kenapa.
Saat di perjalanan kerumah sakit, di dalam mobil ibu saya meletakkan kapala saya di pahanya. Sambil terus beliau elus kepala saya, tetap dengan air mata yang terus mengalir. Saat itu saya merasa, saya betul-betul tidak tau terima kasih, saya merasa sayalah satu-satunya anak yang paling durhaka. Bahkan kakak saya juga turut menemani saya sampai saya tidak merasa sakit lagi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar